Orang Biasa Berburu Beasiswa
Selasa, 22 Mei 2012
0
komentar
Orang Biasa Berburu Beasiswa - Penerima beasiswa
identik dengan orang-orang berprestasi. Kalau mahsiswa, mereka harus
punya indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi, aktif berorganisasi.
Kalau pekerja, mereka harus punya karier yang cemerlang. Jika tidak,
mereka haruslah dosen atau pegawai negeri, dan belum berusia 35 tahun.
Nah, bagi orang biasa apa ada peluang?
Ternyata ada! Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
- Sesuaikan dengan kelebihan kita Ada
beberapa beasiswa yang bisa Anda "tembak". Erasmus Mundus, STUNED
(Belanda), The Netherlands Fellowship Programmes (NFP, Belanda),
Bourses du Gouvernement France (BGF , Prancis), dan masih banyak lagi.
Perlu dicatat bahwa semua beasiswa kuliah di Eropa ini memberikan Visa
Schengen sehingga kita bisa mampir di Roma saat liburan. Namun jangan
terpaku ke Eropa. Hampir semua negara makmur di Asia juga memberi
beasiswa untuk orang Indonesia.
Setiap program beasiswa ditujukan untuk kandidat dengan karakter yang berbeda-beda. Misalnya, beasiswa Huygens dari Belanda ditujukan untuk sarjana baru lulus dengan IPK tinggi. Sebaliknya, beasiswa Australian Leadeship Awards (ALA ) tidak mempersyaratkan IPK tinggi karena ditujukan untuk kaum profesional yang karakter dan posisinya di kantor dipandang strategis membawa perubahan bagi Indonesia.
Ada juga beasiswa yang diperuntukkan bagi yang kurang beruntung tapi dari kiprahnya berpotensi membawa perubahan bagi Indonesia. Karena bukan untuk kalangan berada, prasyarat penerima beasiswa ini pun tidak perlu menunjukkan nilai TOEFL atau IPK yang tinggi. Para penerima beasiswa itu akan dikursuskan dulu untuk memperbaiki bahasa Inggris mereka.
Beasiswa Asian Development Bank (ADB) malah memberi kesempatan bagi karyawan yang “tidak disukai” oleh pemberi beasiswa pada umumnya, yaitu mereka yang bekerja di perusahaan multinasional yang umumnya dianggap mampu membiayai sekolah sendiri. Bahkan ada juga beasiswa bagi para siswa yang sedang ber sekolah tapi "pusing” karena negaranya sedang konflik. Intinya, jenis beasiswa bermacam-macam.
Kunci utamanya adalah mencari informasi program beasiswa yang persyaratannya sesuai dengan kelebihan kita. Umur, IPK, nilai TOEFL bisa ditawar kok. Kekuatan seseorang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Itulah yang diakomodasi oleh program-program beasiswa.
- Siap latihan bahasa Inggris Mau
tidak mau kita harus bisa berbahasa Inggris sebab pesaing kita dari
berbagai negara. Bisa berbahasa Inggris tidak berarti harus memiliki
skor TOEFL yang tinggi. Cobalah untuk mengambil IBT TOEFL (TOEFL lewat
internet) yang diselenggarakan oleh ets.org. Kecuali jika program
beasiswa kita mensyaratkan IELTS. Selain murah, orang Indonesia umumnya
lebih terbiasa dengan aksen Amerika sehingga bagian listening relatif
lebih mudah daripada di IELTS yang beraksen British dan Australia.
Hanya saja, IBT TOEFL sangat mengandalkan komputer sehingga mungkin kita
merasa grogi berbicara menghadapi komputer sambil melihat angka detik
yang terus berjalan.
Agar lebih fasih berbahasa Inggris, bergabunglah dengan English Speaking Club di kampus atau Toastmasters English Speaking Club. Hampir di setiap kota besar di penjuru dunia ada klub Toastmasters yang anggotanya berasal dari berbagai bangsa. Biaya keanggotaannya tidak mahal. Selain melatih kefasihan berbicara, dengan menjadi anggota Toastmaster, kita akan diterima di semua klub Toastmaster di seluruh dunia. Jadi, jika akhirnya kita mendapat beasiswa sekolah ke luar negeri dan merasa kesepian, kita bisa berkunjung ke klub Toastmaster terdekat, maka kita akan mendapat teman-teman baru.
Jika jika tidak ada English Speaking Club di kota Anda, ajaklah para pemburu beasiswa satu kota untuk membuat klub sendiri lewat ajakan di beasiswa@yahoogroups.com lalu menyewa guru bahasa Inggris sebagai pembimbing.
- Tulis sendiri surat rekomendasi Sering
pimpinan atau dosen tidak memiliki waktu untuk merancang merancang
surat rekomendasi yang argumentasinya kuat untuk meyakinkan bahwa kita
adalah kandidat terbaik. Apalagi surat harus ditulis dalam bahasa
Inggris. Sayang ‘kan kalau kita sebenarnya adalah kandidat yang bermutu
tapi tidak mendapat beasiswa gara-gara surat rekomendasi yang isinya
terlalu standar, apalagi dalam bahasa Inggris yang parah pula.
Jadi, dari hasil diskusi dengan bos atau dosen kita serta penilaian mandiri, kita bisa melihat sisi positif dan posisi strategis kita bagi organisasi atau perusahaan yang akan merekomendasikan. Nah, tuangkanlah semua itu melalui esai argumentatif dalam bahasa Inggris, lalu berikan kepada pemberi rekomendasi untuk ditambah, dikurangi, dan ditandatangani. Dengan begitu, semua pihak akan diuntungkan. Kita tidak menyita waktu pemberi rekomendasi untuk mengarang argumentasi dalam bahasa Inggris. Isi surat rekomendasi kita pun bisa memiliki argumentasi kuat.
Secara garis besar, surat rekomendasi berisi alasan kenapa kita harus disekolahkan, kira-kira apa yang bisa kita kontribusikan ke kantor dan ke Indonesia setelah pulang, karakter apa yang membuat si pemberi rekomendasi yakin bahwa kita akan berhasil dalam pendidikan.
Jangan menulis terlau panjang. Para pemberi rekomendasi pada umumnya hanya menulis 2 -3 paragraf. Kalau kebanyakan, tim penguji beasiswa akan berkerut keningnya membaca surat rekomendasi itu. Mereka pasti heran, kok mau-maunya si pemberi rekomendasi mengarang sepanjang itu buat kita.
- Jangan gampang menyerah Informasi beasiswa
yang persyaratannya cocok dengan kita kadang sudah kedaluwarsa.
Perhatikan tanggal buka dan tutup pendaftarannya. Biasanya beasiswa
tersebut akan di buka lagi di tanggal yang sama tahun depan. Unduhlah (download) formulir yang harus diisi. Di situ ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam bentuk esai motivasi.
Jadi, sambil menunggu pembukaan kembali program beasiswa itu, kita bisa mengisi waktu dengan merancang esai motivasi, memperbaiki bahasa Inggris, mengunjungi perpustakaan untuk mencari ide tesis atau disertasi, dan melegalisir ijazah-ijazah dalam bahasa Inggris. Sehingga, saat aplikasi beasiswa itu dibuka lagi, kita tidak kelimpungan karena rata-rata lama pendaftaran hanya sekitar 2-3 bulan.
Kedengaran aneh, kuliah saja belum, bagaimana kita sudah merancang tesis. Memang begitulah kebanyakan program beasiswa sekarang. Pemberi beasiswa hanya memberi beasiswa kepada calon mahasiswa yang punya visi untuk mendalami bidangnya.
Dibutuhkan
kegigihan tinggi dan jiwa pantang menyerah untuk bisa mendapat
beasiswa. Tantangannya mulai dari begadang mencari informasi di
internet, mengirim surat lamaran, belajar bahasa Inggris, riset ide
tesis, menulis esai motivasi, hingga menulis metodologi riset secara
gamblang.
Meski perjuangannya berat, jangan berkecil hati. Kalau kita sudah
menjalaninya, perjuangan mencari beasiswa itu akan terasa
asyik. Hari-hari kita akan diwarnai mimpi-mimpi indah.
Selamat berjuang! Jangan menyerah. Ingat, jika tidak berhasil sekarang, besok pasti berhasil.
Selamat berjuang! Jangan menyerah. Ingat, jika tidak berhasil sekarang, besok pasti berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar